MENJADI MANUSIA YANG MERDEKA

www.sditarrahmahlumajang.sch.id -  Satu hari yang lalu, tepatnya hari Kamis tanggal 17 Agustus 2023 masyarakat Indonesia baru saja merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-78 tahun. Sebagai seorang muslim, kita harus meyakini bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah pemberian dari penjajah Belanda atau Jepang. Tetapi semuanya adalah nikmat dan anugerah Allah swt.


Sungguh tepat jika para pejuang kemerdekaan menuangkan rasa syukurnya dalam pembukaan UUD 1945, "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." 
 
Pertanyaannya sekarang, apakah yang dimaksud dengan hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya? 
 
Sebelum menjawab pertanyaan ini, marilah kita pahami makna kemerdekaan. Makna kemerdekaan dalam konteks berbangsa dan bernegara adalah terbebasnya bangsa Indonesia dari segala macam bentuk penindasan dan penjajahan bangsa asing, seperti Penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang 78 tahun yang lalu. Tugas berikutnya adalah mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat untuk bangsa dan negara tercinta Indonesia.
 
Saudaraku rahimakumullah!
Itulah konsep kemerdekaan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, hati dan jiwa setiap warga negaranya harus benar-benar merdeka dan terbebas dari belenggu hawa nafsu. Karena hakikat kemerdekaan yang paling hakiki adalah hati kita betul-betul merdeka dari jajahan hawa nafsu dan setan. 

Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika Rib’i bin Amir radhiyallahu anhu, salah seorang utusan pasukan Islam dalam perang Qadishiyah ditanya tentang perihal kedatangannya oleh Rustum (panglima pasukan Persia), ia menjawab, “Allah swt mengutus kami (Rasul) untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia kepada manusia menuju penghambaan manusia kepada Rabb manusia, dari sempitnya kehidupan dunia kepada kelapangannya, dari ketidakadilan agama-agama yang ada kepada keadilan Islam.”  
 
Dari riwayat tersebut, sangat jelas bahwa Islam memandang kemerdekaan bukan dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi, baik lahiriyah maupun batiniyah, yakni kemerdekaan atau bebas dari penghambaan kepada selain kepada Allah swt.    
 
Pada prinsipnya, manusia pada hakikatnya adalah hamba Allah swt. Status sebagai hamba Allah, selalu kita ikrarkan pada setiap bacaan doa iftitah. 
“…Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku 
hanya untuk Allah Tuhan seluruh alam.” 
 
Dari bacaan do’a iftitah ini ada empat bentuk kemerdekaan yang telah kita ikrarkan, yakni shalat, ibadah, hidup dan mati yang semuanya diserahkan pada Allah swt Sang Pemilik Kehidupan.
 
Dengan istilah lain, ketika seseorang yang hatinya tidak berdaya, masih dikuasai ikatan hawa nafsu, kemudian dia lebih menaati hawa nafsunya dari pada menaati Rabb-nya, sesungguhnya manusia pada kondisi ini belum merdeka, karena dirinya masih dijajah oleh hawa nafsu. 

Sebaliknya, ketika seorang hamba merdeka dari jajahan godaan setan serta balatentaranya, berarti ia telah diberikan Allah ta'ala kemerdekaan dan kebahagiaan. Bahkan diberikan Allah ta’ala berupa kebaikan wafat yang husnul khatimah yang bermuara kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
 
Saudaraku rahimakumullah!
Berdasarkan pada keterangan di atas, sudah saatnya masyarakat Indonesia, terkhusus kaum muslimin untuk selalu waspada terhadap para penjajah yang selalu mengintai manusia itu sendiri. Pada kesempatan hari ini, khatib akan menyampaikan tiga jenis penjajahan yang mengintai manusia, dengan harapan setelah memahami ini, kita selalu semangat mengisi kemerdekaan Indonesia. 
 
Pertama, penjajahan dari iblis dan setan.
Iblis dan setan adalah penjajah yang paling berbahaya bagi manusia. Keduanya, Iblis dan setan adalah makhluq Allah swt yang memiliki visi dan misi untuk menyesatkan manusia dari jalan hidayah dan Islam. Iblis selalu menggoda manusia, dimulai dari diciptakannya Nabi Adam 'alaihissalam hingga hari kiamat nanti.
 
Hal ini dijelaskan dalam surat Al A'raf ayat 17: 
“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. Al-A’raf : 17).  
 
Pada surat al A'raf ayat 17 di atas, secara tegas Allah swt menjelaskan bahwa iblis dan setan akan mengerahkan berbagai macam cara untuk menggelincirkan manusia dari jalan kebaikan. Akhirnya manusia akan terperangkap dengan bujuk rayu iblis dan setan, kecuali mereka yang pandai bersyukur dan taat kepada perintah Allah swt. Bahkan begitu dahsyat godaannya, iblis dan setan mampu menyusup melalui pada aliran darah manusia. Dan salah satu untuk mempersempit geraknya adalah dengan taat kepada Allah swt.
 
Kedua, penjajah manusia yang tidak kalah bahayanya adalah hawa nafsu.
Setiap manusia memiliki hawa nafsu. Kewajiban manusia adalah mengendalikan hawa nafsu agar nafsu menjadi dasar atau pendorong untuk melakukan berbagai macam kebaikan. Nafsu tidak bisa dihilangkan, tetapi harus dikendalikan agar membawa manfaat, terhindar dari keburukan dan kebinasaan.
 
Allah swt berfirman dalam surat Yusuf ayat 53:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Yusuf [12]: 53).
 
Artinya jika manusia mampu mengendalikan nafsu, niscaya nafsu-nafsu itu akan menjadi nafsu muthmainah, yaitu nafsu yang dapat dikendalikan oleh akal yang sehat dan hati yang jernih. Nafsu ini akan mendapat rida Allah swt, mengantarkan kepada  kebaikan dan mendapatkan husnul khatimah di akhir hidupnya sebagai pintu menuju surga Allah 
 
Di dalam Al-Quran, sudah diceritakan beberapa kisah kehinaan dan kejatuhan manusia yang disebabkan karena menuruti hawa nafsunya. Diantaranya adalah kisah Raja Fir’aun. Raja Fir'aun diberikan kekuatan dan kekuasaan memimpin rakyatnya. Selama hidupnya, Firaun memiliki tubuh yang sehat dan bugar tanpa pernah mengalami sakit. Namun sayang, hidupnya tidak merdeka. Raja Fir’aun hidupnya dikendalikan hawa nafsu yang mendorong dirinya bertindak kejam. Bahkan dirinya menganggap Tuhan.  
 
Begitu juga dengan Qarun, yang dikuasai hawa nafsu berupa harta yang membuatnya dirinya bakhil dan kufur nikmat. Akhirnya Allah murka dan menenggelamkan Qarun beserta harta kekayaannya dan para pengikutnya ke dalam tanah. Begitu juga dengan kaum Nabi Luth yang dikuasai hawa nafsu menyimpang. Hingga kemudian Allah swt murka dan menurunkan kepada mereka adzab-Nya disebabkan karena mereka memperturutkan hawa nafsunya dan tidak taat kepada Allah Sang Khaliq.
 
Ketiga, penjajah yang menghantui manusia adalah hubbuddunya  wakarahiyyatul maut.
Hubbddun-ya adalah kecintaan terhadap dunia berlebihan sampai lupa dengan kehidupan akhirat.  Sedangkan wakarahiyyatul maut adalah perasaan takut atau kebencian terhadap kematian sehingga orang akan berusaha sekuat tenaga akan mencari kebahagiaan sesaat di dunia. Apa pun dilakukan demi mendapatkan kebahagiaan di dunia, tidak peduli aturan Allah ta’ala, halal haram semuanya tidak pernah dihiraukan. Akhirnya manusia tersebut meninggalkan kewajiban ibadah.
 
Kebencian terhadap kematian bila sudah sampai taraf semacam ini akan menyebabkan kualitas muslim semakin lemah dan memudahkan para penjajah orang-orang kafir memerangi kaum Muslimin dan merampas negara dan harta kekayaannya. Akhirnya hidupnya terjajah. Tidak mampu merasakan menjadi insan yang merdeka. Hidupnya seperti diperbudak dunia. Diberikan harta, kekayaan dan jabatan, perasaannya selalu kurang. Tidak pernah merasa cukup.

Marilah di momentum Kemerdekaan RI yang ke 78 tahun ini, kita kembali semangat berjuang agar kita menjadi manusia yang merdeka. Terbebas dari penjajahan hawa nafsu, terbebas dari belenggu iblis setan dan terbebas dari perliaku cinta dunia berlebihan dan takut kematian, sehingga kita dapat membangun bangsa tercinta Indonesia dengan amanah dan tanggung jawab menuju negeri baldatun thayyibatun warabbun ghafuur.
 
Aamiin Yaa Rabbal’alamiin. */
Mohamad Mufid, M. Pd.I (Ketua PD IKADI Kota Prabumulih Sumatera Selatan)


1 komentar:

  1. Ambil sepotong pohon baambu
    Untuk dibuat Bendera
    Dirgahayu Indonesiaku
    Salaam Merdeka.

    Allohu Akbar

    BalasHapus

Terima kasih sudah memberikan masukan

Desain Oleh Masnur Masnur Belajar | Spesial Buat SDIT Ar Rahmah